PALANGKARAYA, kaltengtimes.co.id–Ketua Umum Penegak Hukum Rakyat Indonesia PHRI Kalimantan Tengah, Suriansyah Halim, SH.
SE, MH, CLA, mengecam tindakan PT. Astra Sedaya Finance ACC] dan PT. Putra Pandawa Sakti yang diduga melakukan penarikan paksa
satu unit truk milik PT. Rara Giesha Putri Kalampangan, kamis (31/01/2024).
Kasus ini telah dilaporkan ke Ditreskrimum Polda
Kalteng atas dugaan perampasan sesuai Pasal
365 KUHP serta gugatan Perbuatan Melawan Hukun (PMH} ke Pengadilan Negeri Palangka Raya. Menurut kuasa hukum, tindakan leasing dan debt collector tersebut jelas melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Mk] Nomor 18/PUU-XVI/2013, yang menegaskan bahwa kendaraan yang menunggak angsuran tidak boleh ditarik paksa, melainkan harus melalui proses pengadilan.
Penolakan Pembayaran Oleh PT. ACC
PT.Rara Giesha Putri kalampangan telah mengkredit truk merek Isuzu tahun 202l dengan
cicilan Rpl2.580.000 per bulan selama 48 bulan.
Hingga kini. perusahaan telah membayar angsuran selama 38 bulan dengan total
Rp478.040.000, meryisakan 10 bulan pembayaran sebesar Rpl25.800.000.
Namun, akibat keterlambatan tiga bulan pembayaran, truk tersebut diduga diambil paksa oleh PT. Putra Pandawa Sakti atas kuasa dari PT.
ACC di sekitar Jembatan Kahayan.
Meski penggugat telah rmembawa dana untuk melunasi tunggakan empat bulan senilai Rp50.320.000, pembayaran tersebut tetap ditolak. Bahkan, penggugat diwajibkan melunasi sisa angsuran 10 bulan sekligus serta dikenakan biaya tambahan Rp30.000.000 untuk pembatalan tarik”.
Gugatan di Pengadilan Negeri Palangka Raya
Kasus ini telah masuk ke tahap mediasi di Pengadilan Negeri Palangka Raya dengan nomor
perkara 25PdtG2024 PNPIK. Kuasa hukum penggugat optimistis bahwa majelis hakim akan bersikap objektif dalammenangani perkara ini.
Dalam persidangan nanti, penggugat akan kembali mencoba melunasi semua tunggakan
agar truk dapat dikembalikan. Mereka juga meminta agar kendaraan tersebut diserahkan
dalam kondisi yang sama seperti saat diambil.
Kuasa hukum menegaskan bahwa pihaknya menolak pembayaran biaya pembatalan eksekusi sebesar Rp30.000.000 karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Kasus ini menjadi sorotan karena berkaitan dengan hak konsumen terhadap perlakuan
leasing dalam pembiayaan kendaraan. PHRI Kalteng berharap kasus ini bisa menjadi preseden agar perusahaan leasing menatuhi prosedur hukum yang berlaku. (MR)