BENARKAH menyambut Pemilu 2024 mendatang, rekrutmen para calon anggota legislatif (caleg) di Kalteng, lebih penting dan mendesak, daripada sistem Pemilunya ?
Pertanyaan diatas tentunya tak berlebihan.
Pasalnya aktor politik yang kelak menjadi anggota parlemen, perlu mendapat perhatian serius, karena akan bersinggungan dengan output mereka sebagai lembaga negara.
Sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalteng Imam M. Mangkunegara, mengemukakan pandangannya saat diskusi terbatas dengan tajuk Colek Caleg Pemilu 2024,di Palangka Raya, Jumat (20/5/2022).
Menurutnya, sistem Pemilu tertutup atau terbuka, jadi tidak urgen lagi ketika para calegnya punya kapasitas yang mumpuni sebagai wakil rakyat. “Sistem rekrutmen itu harus diperbaiki. Aktor ini penting untuk dievaluasi bukan sistemnya. Jangan sampai ada lagi nanti atas dasar kuasa, atas dasar uang, atas dasar darah dalam rekrutmen itu,” ujarnya.
Masyarakat, menurutnya, perlu dilibatkan secara aktif dalam rekrutmen caleg. Para aktor politik perlu diperbaiki dulu sebelum memperbaiki sistem Pemilu.
Dirut Dayak TV itu berpikir, ada baiknya, agar anggaran negara untuk partai politik dinaikkan. Agar mampu mamberdayakan para aktor politiknya, sekaligus membenahi manajemen partai.
“Bila negara makin besar membiayai partai politik, pertanggungjawabannya semakin bagus. Sanksinya harus semakin keras dan tegas pula. Kalau ada yang macam-macam, katakanlah KKN begitu, partainya bisa dibubarkan dan orangnya juga dihukum untuk beberapa tahun,” tandasnya.
Imam juga menyebutkan, pileg layaknya pasar kaget. Ramai. Tak digelar tiap hari. Dan yang pasti banyak barang baru. Sebagian mutunya bagus. Tapi tidak sedikit yang kualitasnya KW.
Ya, memang seperti pasar kaget, karena dalam Pileg juga masyarakat sering dibuat terkaget-kaget. Karena ada orang-orang baru yang tak diperhitungkan sebelumnya, tiba-tiba maju jadi wakil rakyat.
Layaknya sebuah pasar, orang yang berkompetisi dalam Pileg harus bisa menjawab tuntutan masyarakat. Jika tidak, dipastikan si calon tak akan dipilih. Branding dan kemasan kerap menjadi faktor yang sangat menentukan seorang caleg terpilih. Orangnya pinter, tapi tak punya brand dan kemasan yang bagus, dipastikan bakal tersisih.
Demikian juga sebaliknya. Orang yang kecerdasannya pas-pasan, tapi punya “kemasan” yang bagus, dipastikan bakal menjadi pilihan favorit. Agar bisa memenangkan kontestasi, seorang caleg haruslah memiliki kemasan dan brand yang oke.
Selain itu, mereka harus rajin melakukan sosialisasi dan pengenalan diri. Lantas, berapa besar biaya yang harus disediakan oleh mereka yang ingin maju sebagai caleg?
Dikatakan Imam, biaya politik seperti investasi? Biaya untuk branding politik memang tidak sedikit. Semakin rendah popularitas seseorang, biaya akan semakin mahal.
Hal lain yang juga menentukan murah-mahalnya modal maju sebagai caleg adalah tingkat literasi media.
Semakin tinggi tingkat konsumsi media di suatu daerah, semakin murah biaya untuk pencalegan.
Dari kajian internal yang dilakukan IJTI Kalteng selama ini, Imam menyebutkan ada biaya minimal yang harus disiapkan oleh seorang caleg saat akan menghadapi Pileg.
Adapun perinciannya sebagai berikut:
Calon anggota DPR RI : Rp.1 miliar-Rp.2 miliar.
Calon anggota DPRD Provinsi : Rp.500 juta-Rp.1 miliar.
Calon anggota DPRD kabupaten/kota : Rp.250 juta-Rp.300 juta.
“Biaya tersebut minimal sekali, dan bahkan kebutuhannya bisa lebih besar dari itu,”sambungnya.
Imam lantas menyebut, seorang public figure atau mantan pejabat pun saat maju menjadi calon anggota DPRD di Kota Palangka Raya, masih harus merogoh kantong sebesar Rp.500 Juta-750 Juta. Padahal dengan popularitasnya itu, secara teori orang tersebut bisa menekan biaya kampanye.
“Tapi nyatanya masih tetap harus mengeluarkan uang. Padahal Kota Palangka Raya adalah salah satu wilayah yang political cost-nya rendah, karena masyarakatnya sudah melek media,” jelasnya.
Imam juga mengungkapkan, rekannya yang maju dalam Pileg 2019 di Dapil Kalteng 4, bahkan sampai mengeluarkan dana sekitar Rp.2 miliar. Dana itu sebagian besar digunakan untuk memasang baliho-baliho berukuran besar di beberapa kota utama di kawasan Barito.
Untuk tahun 2024, Imam memprediksi, biaya untuk maju sebagai caleg bisa lebih besar lagi dari 2019 lalu. Laju inflasi pastinya turut memengarui cost yang harus dikeluarkan.
Bagaimanapun, maju sebagai caleg memang membutuhkan dana besar. Jika biaya itu dianggap sebagai investasi, maka itu masuk dalam kategori high risk.
High risk karena besar kemungkinan biaya yang telah dikeluarkan akan menguap begitu saja saat perolehan suara minim.
Sementara itu untuk return, dalam politik memang susah diukur. Terlepas dari return yang diperoleh seorang caleg, Imam berpendapat strategi kampanye dan positioning seorang caleg menjadi kunci bagi sebuah kemenangan.
Sehingga biaya investasi yang dikeluarkan selama kampanye benar-benar bisa membawa “kebahagiaan” dan “kegembiraan” bagi seorang caleg. IMM