(Oleh Ahmad Safari Ramadani)
Minggu 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka dilantik menjadi Presiden & Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029. Pesta demokrasi di negeri ini telah menghasilkan nahkoda terbaik, yang akan membawa kapal bernama “Indonesia” mau kemana dalam lima tahun kedepan. Presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo tentu bernafas lega dalam masa transisi kepemimpinan karena berjalan mulus dan sesuai rencana. Terutama, karena wakil Presiden yang menjabat adalah Putra dari beliau sendiri, yang juga merupakan mantan Walikota Solo.
Salah satu yang dinantikan adalah, komposisi para menteri yang akan membantu Presiden & Wakil Presiden terpilih. Secara hak, pembentukan kabinet menteri merupakan hak prerogatif presiden. Terutama jika melihat hadirnya Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementrian Negara.
Sedari awal penulis berharap, Zaken Kabinet yang digaungkan Prabowo untuk kabinetnya benar-benar diimplementasikan. Zaken kabinet kita ketahui adalah kabinet yang dibentuk untuk menangani suatu urusan dan masalah tertentu dengan menggunakan keahlian anggotanya. Bukan kabinet yang banyak terafiliasi partai-partai politik. Seperti pernah diterapkan terdahulu pada Kabinet Natsir (6 September 1950-Maret 1951), Kabinet Wilopo (3 April 1952- 3 Juni 1953), Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959).
Sorot Lampu Panggung Para Menteri
Menarik untuk melihat bagaimana susunan Kabinet Merah Putih (KMP) yang akan membantu kinerja Prabowo-Gibran. Sesuai tagline kampanye lalu yaitu keberlanjutan. Orang-orang yang akan mengisi kursi Menteri juga merupakan kebanyakan dari kabinet Indonesia Maju. Total KMP terdiri dari 53orang Menteri, dengan rincian tujuh kementerian kordinator, empat puluh satu kementrian, dan lima Lembaga.
Baru satu hari pasca dilantik, Menteri-menteri telah menuai kontroversi. Mulai dari undangan acara pribadi yang menggunakan kop menteri, tanggapan peristiwa 1998, hingga permintaan anggaran fantastis 20 triliun untuk salah satu lembaga. Rasanya terlalu cepat sekali para menteri-menteri yang kita hormati menuai sorotan. Bak mengingatkan kita kepada pepatah melayu, Anak panah telah terlepas,maka tak akan kembali lagi.seperti kata-kata yang keluar, maka di tengah jaman publikasi media sosial yang deras dan cepat harusnya disadari akan berdampak luas.
Kabar baiknya, responsifnya masyarakat terhadap hal diatas. Harus dimaknai sebagai sebuah tingginya keantusiasan masyarakat terhadap menteri-menteri Prabowo-Gibran. Kehadiran menteri-menteri KMP memang dinantikan publik. Nama-nama yang digadang menjadi menteri pun, ramai ditunggu. Bahkan diundang ke Kertanegara jadi trend yang seru untuk diikutin oleh kaum milenial. Nama seperti Raffi Ahmad, Gus Miftah, Giring, Budiman Sudjatmiko, Maruarar Sirait hingga professor muda, Prof Stella Christie ramai diperbincangkan di media sosial. Publik jadi bicara tentang Cognitive science, salah satunya karena menonton wawancara doorstop media kepada para calon menteri dan wamen. Sorot lampu panggung para menteri memang terang, itu sebabnya perlu memastikan masyarakat melihat wajah yang baik.
Menjaga Wajah Kabinet
Penulis meyakini bahwa Prabowo-Gibran akan bergerak cepat dalam masa transisi dan penataan kementerian yang ada. Menteri-menteri terpilih harus sudah selayaknya menjaga wajah & marwah kabinet Merah Putih agar tak tersorot karena kontroversinya, justru seharusnya karena gebrakan dan inovasinya masing-masing.
Adapun beberapa hal yang perlu menjadi catatan untuk menteri-menteri yaitu, Pertama, Harus diterapkan jalur komunikasi kabinet dalam bentuk satu pintu. Penulis meyakini hadirnya Hasan Nasbi dan lembaganya yaitu Kantor Komunikasi Presiden memiliki bargaining position yang stabil diantara Pemerintahan, masyarakat juga media-media sebagai corong pemberitaan. Kedua, Penuntasan administrasi kementrian, terutama bagi kementrian yang dibagi atau baru. Ketiga peningkatan kinerja pelayanan publik yang berbasis seperti tim sepakbola. Bergerak bersama berperan disegala lini. Keempat, transparansi proyek harus signifkan dan terukur, dan sesuai keinginan Prabowo dalam pidatonya. Terutama secara garis besar harus bersinergi untuk menuju ketahanan pangan.
Teringat dengan perkataan Imam Fudhail bin Iyadh, “andai saja aku mempunyai satu doa yang pasti dikabulkan Allah, maka aku akan berdoa yang baik-baik untuk pemimpinku, karena jika pemimpin kita baik, maka negara akan aman dan masyarakat tentram. Doa kami sebagai anak muda doa yang sama seperti diatas, bravo Kabinet Merah Putih. Leiden is Lijden Prabowo – Gibran.
(Ahmad Safari Ramadani, Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMPR, merupakan Anggota Barometer Kebijakan Publik & Politik Daerah (BAJAKAH) Institute.