PALANGKA RAYA. Kaltengtimes.co.id — Institut Teknologi dan Sains Nahdlatul Ulama (ITS NU) Kalimantan menggelar Diskusi Terpumpun (FGD) terkait Deradikalisasi bersama civitas akademika ISNU dan pihak terkait, Selasa (20/12), bertempat di kampus ITS NU Jl. RTA Milono Palangka Raya. Diskusi bertema “Radikalisme dan Upaya Deradikalisasi di Indonesia” itu menghadirkan narasumber tunggal, Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI, H. Muhammad Dawam, SH.I, MH.
Kegiatan hasil kolaborasi dengan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PWNU Kalteng itu dihadiri Rektor ITSNU Kalimantan, Dr. HM Katma F Dirun, Ketua FKPT Kalteng Prof. Dr. Khairil Anwar, perwakilan Densus AT 88, dan Bakesbangpol Provinsi Kalteng.
Terkait aksi ekstrimisme dan terorisme, Anggota Kompolnas RI HM Dawam menegaskan bahwa masalah utama yang menjadikan paham radikal ekstrem keagamaan mengatasnamakan agama adalah sejatinya ingin mengganti Pancasila dengan paham khilafah. “Itu terjadi karena menjadikan yang seharusnya menjadi sarana dijadikan sebagai tujuan, atau dalam bahasa pesantren wasilah/sarana dijadikan goyah/tujuan. Nah itu menjadi masalah besar,” tegas Dawam.
Jadi Indonesia ini menciptakan Pancasila, lanjut dia, itu bukan sebagai tujuan akhir atau ghoyah tetapi sebagai wasilah saja. Pancasila adalah sistem bernegara yang dijadikan sarana untuk membangun masyarakat Indonesia supaya sejahtera secara sosial, presisi secara hukum, adil dan makmur bisa tercapai. “Radikal ekstrim termasuk kaum-kaum intoleran dan teroris itu menjadikan suatu wasilah dijadikan tujuan, bahkan pembom Ali Imron misalnya, pernah mengatakan meskipun Indonesia adil makmur jaya tetapi kalau khilafah tidak diterapkan di republik ini maka bom masih bisa terjadi di mana-mana,” cerita Dawam.
Kaum radikal itu, sambung Dawam, merasa dan meyakini bahwa kalaunegara itu sudah pakai khilafah maka sudah selesai masalah segalanya. Problem Kemiskinan, ketimpangan, dan masalah sosial lainnya seakan selesai dengan satu jurus yaitu sistem khilafah. Sistem yg lain salah, itulah yang menjadi problem. “Itulah yang menjadi tugas deradikalisasi yang kita galakkan. Maka saya sepakat apa yang dilakukan oleh Lakpesdam NU Kalteng untuk menjadikan salahsatu model deradikalisasi dengan berbaur dengan masyarakat dengan membentuk rumah/klinik konseling, melalui diskusi saling tukar pikiran yang menenangkan” tukasnya.
Sementara itu Ketua Lakpesdam NU Kalteng, M. Roziqin mengatakan, konsep ‘Klinik Konseling Radikalisme’ yang digagas adalah membantu secara teknis pihak terkait dengan lebih humanis, memasyarakat, dan menyentuh ke para korban yang terpapar atau keluarganya dan perlu sharing dari konselor. “Ini bentuk sinergitas kami dengan pihak institusi terkait, dan bersifat melengkapi. Kami yang teknis di lapangan dan bersentuhan, sehingga korban merasa didampingi dan mendapat masukan agsr yang terpapar bisa sadar dan hidup normal kembali,” jelasnya.
Sedangkan Rektor ITSNU Kalimantan, Katma F Dirun mengatakan, akan membahas lebih mendalam lagi kepada mahasiswa dan dosen ITSNU terkait bagaimana radikal dalam keilmuan itu menjadi positif, dan bagaimana radikalisme yang merupakan hal negatif. (red)