JAKARTA. Kaltengtimes.co.id — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menanggapi kemelut yang terjadi di Rempang, Kepulauan Riau. Ia mengatakan, investasi haruslah dijadikan peluang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, utamanya masyarakat di lingkungan yang menjadi destinasi investasi itu sendiri. Masyarakat tidak boleh menjadi korban. “Seperti kasus Rempang itu kan ada investasi di tempatkan di sana, kemudian timbul masalah dengan masyarakat di lingkungan setempat. Investasi itu harus dikembalikan kepada tujuan asalnya, yaitu untuk kemaslahatan masyarakat. Maka, harus dijadikan peluang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya di lingkungan destinasi investasi itu sendiri dan masyarakat tidak boleh menjadi korban,” ungkapnya dalam konferensi pers jelang Munas-Konbes NU 2023 di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/23).
Ia menekankan, bahwa rencana pembangunan Rempang Eco City yang masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) itu harus mengedepankan kesentosaan masyarakat. Bagaimanapun juga, tegas dia, kesentosaan dari masyarakat adalah nomor satu. “Risiko-risiko investasi itu hitungan kemudian, pertama-tama kesentosaan masyarakat itu harus dijaga tidak boleh masyarakat menjadi korban karena itu berarti melenceng dari tujuan investasi itu sendiri,” tutur kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu.
Sementara terkait pernyataan sikap yang belum muncul selama ini, Gus Yahya mengatakan bahwa sejak awal NU tidak pernah dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan yang berbuntut kerusuhan tersebut. “Rempang seperti sekarang ini, sebetulnya Nahdlatul Ulama dengan eksponen-eksponen sosial yang lain yang jadi stakeholder masyarakat seperti ormas-ormas yang lain sebetulnya agak kagok karena terjadi mendadak dan kami tidak pernah diajak bicara,” paparnya. “Jadi, tidak pernah dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan sejak awal sehingga sebelumnya kami tidak punya antisipasi dan kami tidak terlibat sama sekali dalam proses eksekusi dari kebijakan investasi itu,” imbuhnya.
Maka itu, pria yang pernah menjadi Juru Bicara Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Guus Dur) itu menilai pihak yang menjelaskan dan menyelesaikan perkara ini adalah mereka yang terlibat dalam pembahasan sejak awal. “Pada saat sekarang ini, pertama yang harus ditanya terlebih dahulu adalah pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan itu sendiri. Tapi kalau kami dimintai pandangan dalam keadaan sudah seperti ini, satu-satunya yang kami bisa sampaikan adalah bahwa kesentosaan masyarakat harus dinomor satukan. Tidak boleh masyarakat menjadi korban. Yang lebih baik risiko-risiko lain ditempuh, selain risiko merusak kesentosaan masyarakat,” pungkas dia. (red)